Quantcast
Channel: Riawani Elyta
Viewing all articles
Browse latest Browse all 599

#1 CURHAT SESSION : Cintai Allah, maka semesta akan mencintaimu

$
0
0
Saya termasuk orang yang juaraang curhat tentang kehidupan sehari-hari baik di socmed maupun di blog. Tetapi kali ini saya lagi pingin curhat. Bagi yang (mungkin) cukup sering lihat update status-status saya di facebook, barangkali rada bingung, emak satu ini sebenarnya niche-nya apa sih, fokusnya di mana, atau jangan-jangan ....saya aja yang ge-er? Aslinya nggak ada yang ngepoin tuh, hehe.


Jadi curhat ini bermula dari status facebook seseorang juga sih. Katanya, penulis buku sekarang banyak yang “hijrah”, hijrah jadi penulis konten, nulis skenario, sampe jualan asesoris hape. Ahay, saya jadi senyum-senyum bacanya. Meskipun wall saya pernah memajang  jualan asesoris hape, dan saya juga jadi kontributor web, Alhamdulilah saya nggak merasa tersentil, malah jadinya terinspirasi untuk nulis post ini :D

Pada faktanya, saya tidak termasuk golongan yang melakukan hijrah, tetapi semuanya memang (masih) saya lakuin. Saya masih menulis buku, cerpen, cerber, web konten, personal blog, meresensi, jadi buzzer kecil-kecilan, reseller tanpa modal, mengajar kelas online, di luar aktivitas “besar” saya sebagai wanita berkeluarga dan wanita bekerja.

Maruk? Tidak juga.
Nggak punya fokus? Mungkin.
Tapi satu yang pasti....saya punya alasan dibalik semuanya.

Pertama, mengutip tulisan Pak Safir Senduk, saya ini typikal yang otak kanannya lebih dominan. Senang melakukan banyak hal tetapi tidak terlalu mendalam. Beda dengan mereka yang lebih dominan menggunakan otak kiri. Pada umumnya mereka ini hanya menekuni bidang yang terbatas tetapi fokusnya jauh lebih mendalam.
Susah payah saya mengajak diri saya untuk menciptakan personal branding, seperti saran orang-orang pinter itu, tetap saja saya nggak bisa. Saya tetap saya yang senang melakukan banyak hal.

Ini waktu jadi trainer jurnalistik di Batamindo

yang ini lagi ngisi suara untuk narasi CD promo investasi Bintan


Tetapi, pada kondisi tertentu, otak kiri saya juga tetap bekerja kok. Jika melakukan satu hal yang saya senangi, saya bertekad melakukannya sampai tuntas. Jadi kalau misalnya lagi niat nulis cerpen, ya saya tulis sampai selesai. Nulis novel juga gitu. Meskipun ada beberapa draft di laptop yang belum kelar, saya tetap memikirkan kapan dan bagaimana cara menyelesaikannya.

Kedua, saya bukan type yang bisa anteng di satu bidang. Saya cepat merasa jenuh dan bosan. Itu sebabnya saya suka nulis macam-macam. Ini mungkin satu kekurangan. Tetapi saya mensyukurinya, karena dengan begitu, saya terhindar dari rasa bosan. Saya bisa terus menulis tanpa mengalami kejenuhan. Saat bosan nulis novel, saya pindah ke artikel, bingung nyari topik, saya baca buku dan meresensinya, terakhir, saya nulis resep kue :D

hobi sampingan, resepnya boleh cari di blog saya ini ya :D


Saya juga bukan orang yang bisa stick on pada satu genre. Hanya menulis novel misalnya. Ini juga mungkin satu kekurangan. Tetapi saya tetap mensyukurinya, karena dengan kecenderungan untuk menulis berganti-ganti, saya punya kesempatan untuk lebih banyak berbagi lewat tulisan.

Ketiga, saya type “kucing rumahan”. Pulang kerja ya di rumah. Nggak kemana-mana. Kalaupun keluar rumah jarang sendirian. Selalu bersama anak-anak. Minimal berdua suami. Kalau orang bicara tentang ibu bekerja yang kekurangan waktu untuk anak-anak, Alhamdulillah saya tidak merasa terganggu dengan judgement itu. Anak-anak saya type kalong semua. Sama kaya mamanya. Jadi jangan heran kalau jam 11 malam, ada yang lihat saya masih main bola sama si bungsu, bikinin supper buat si tengah yang hobi ngemil atau lagi ngobrol ngalor ngidul sama si sulung yang udah beranjak remaja :D. Kalo lagi rajin, lanjut nyuci piring en beresin mainan. Kadang-kadang aja saya sempetin nulis. Yang penting saya dikasih waktu buat boci, insya Allah malam siap perang deh, hehe.
Trus, hubungannya sama ngelakuin yang macam-macam itu apa?

Begini. Untuk kebutuhan menulis, terutama menulis fiksi, saya termasuk penulis yang tetap butuh (merasakan) pengalaman, bukan sekadar search di google lalu ditulis. Itu sebabnya saya melakoni dan menikmati banyak hal yang mampu saya lakoni. Sepanjang tidak mengganggu peran “besar” saya dalam hidup. Saya menjadi buzzer dan reseller, untuk merasakan pengalaman mencari rejeki sesuap demi sesuap. Sesuatu yang jelas berbeda dengan karir saya yang depends on salary. Saya bersyukur karena modernitas dan perkembangan teknologi membuat banyak hal bisa dilakukan lewat smartphone. Tetapi saya juga tidak ingin “diperbudak” oleh smartphone. Daripada waktu saya habis untuk main game, nyinyir nggak jelas di socmed, baca-baca status tendensius yang memancing e(s)mosi, browsing tanpa tujuan, lebih baik saya optimalkan benda persegi ajaib itu untuk hal-hal bermanfaat. Meskipun saya jarang jalan-jalan, travelling dan sebagainya, at least saya tetap berusaha mencipta peluang untuk mendapatkan pengalaman.

Dan apa yang terpenting...... saya bahagia melakukan (semua)nya. Capek, bingung, gampang lupa, bukan tak pernah saya alami. Tetapi saya anggap semua itu sebagai konsekuensi. Justru saya merasa tersiksa saat nggak ngelakuin atau mikirin apa-apa.

Terakhir, satu kata kunci yang mungkin bisa saya berikan dari curhat-entah-jelas-entah enggak ini : Cintai Allah. Apapun yang kita lakukan, kecintaan kita kepada Allah, sudah semestinya menjadi landasan dan tujuan. Dengan begitu Insya Allah bahagia akan datang sendiri, bahkan termasuk “bonus” yang lain-lain seperti materi, popularitas, dan eksistensi. Kalaupun bonus-bonus ini belum datang menghampiri, insya Allah rasa bahagia di dalam hati tak akan lari. Mau  orang lain dapet prestasi segambreng, dapet duit berdigit-digit, hati kita tak bakal terusik rasa iri.

Nggak percaya? Coba aja :D

Cintai Allah, maka semesta akan mencintaimu.
Syukuri nikmatNYA, maka nikmatmu akan bertambah.
Ikhlaskan hati dalam beramal, maka ikhlas pula kau memandang dunia dan menerima takdir.
(Riawani Elyta)

Viewing all articles
Browse latest Browse all 599