Quantcast
Channel: Riawani Elyta
Viewing all articles
Browse latest Browse all 600

Warning! Indonesia Darurat Minat Baca Buku

$
0
0


Jam menunjukkan pukul 08.15 saat saya tiba di Hotel Bintan Plaza, tempat acara Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) digelar. Awalnya saya kira sudah telat, karena info dari teman, bahwa acara akan dimulai pukul delapan. Tetapi, ruang pertemuan di lantai 6 itu masih sepi. Tanya punya tanya, acara ternyata diundur, karena para pejabat Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi harus menghadiri dialog interaktif terlebih dulu.

sebelum acara dimulai, foto dulu :D

 Acara akhirnya baru dimulai pukul 09.10. Setelah seremoni yang makan waktu kira-kira setengah jam, seminar pun dibuka oleh narasumber pertama ibu Nani Suryani, Kabid Pengembangan Minat Baca dari Perpustakaan Nasional. Dalam penyajiannya, ibu Nani memaparkan visi, misi, program dan kegiatan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dalam rangka GPMB. Apa yang menarik, bahwa Perpusnas ternyata juga punya program untuk bersinergi dengan penulis muda dalam menggali budaya lokal untuk berkontribusi pada minat baca buku. Hal lain yang tak kalah menarik adalah tagline nya : Indonesia Gemar Membaca 2019."

Narsum ibu Nani Suryani
Narasumber berikutnya adalah tokoh masyarakat Bapak Huzrin Hood. Dalam penyajiannya yang berlangsung tanpa slide dan lebih banyak dibarengi banyolan itu, pak Huzrin menekankan bahwa GPMB juga bisa tetap dilaksanakan meski tanpa dukungan APBD. Antara lain melalui donasi dan infak masyarakat yang peduli pada pentingnya minat baca.

15 menit kemudian, mikrofon berpindah kepada narasumber berikutnya Bapak Ing. Iskandarsyah yang merupakan anggota DPRD Provinsi Kep. Riau. Dalam penyajiannya, Bapak Iskandarsyah menyoroti tentang perkembangan literasi di luar negeri yang sudah sangat maju dan memberi saran-saran untuk GPMB di provinsi Kep. Riau.

Mas Awam Prakoso lagi mendongeng, eh lagi kasih materi :D
Sessi materi ini ditutup oleh mas Awam Prakoso yang juga seorang pendongeng nasional. Gaya penyampaiannya yang khas pendongeng bikin sessi penutup ini berlangsung meriah dan disambut gelak tawa oleh para peserta khususnya yang pelajar.

Tibalah sessi tanya jawab. Sessi yang nggak saya sia-siakan dengan langsung mengacungkan tangan. Dan saat mikrofon diserahkan kepada saya, inilah hal-hal yang saya sampaikan : 


  • Saya terlebih dulu memperkenalkan diri saya  sebagai penulis serta jumlah buku yang udah  saya tulis. Kenapa saya merasa perlu menyampaikan ini? Karena publik kota kelahiran saya, apalagi para pejabat publiknya, bisa dihitung jari yang mengenal saya sebagai penulis dan buku apa aja yang udah saya tulis.
  • Saya bertanya kepada ibu Nani, apa bentuk program nyata sinergitas antara Perpusnas dengan penulis muda? Karena belum lama ini, Bapak Menteri Anies Baswedan juga mengemukakan tentang program di masa datang berupa beasiswa untuk penulis. Harapan saya sih, program ini bisa terealisasi dan program dari Perpusnas sendiri seyogyanya berbeda dengan program dari Kementerian Pendidikan.
    Untuk pertanyaan saya ini, Ibu Nani menjawab bahwa program tersebut adalah dalam bentuk apresiasi kepada para penulis dan ke depan mereka akan lebih berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan.
  •   Saya memberi usulan agar program GPMB hendaknya disejalankan juga dengan program mendukung penulis tanah air. Karena penulislah sesungguhnya ujung tombak  produksi buku. Penerbit memang bertanggung jawab untuk memilih, menyunting, mencetak dan mendistribusikan. Tetapi, muatan sebuah buku, tentu saja berasal dari pemikiran para penulis. 
Saya mengutip data dari buku The Glory of The Past karya ing. Iskandarsyah (salah satu narsum) bahwa saat ini setiap tahunnya buku yang diproduksi di Indonesia baru mencapai 18.000 judul. Jauh di bawah Jepang (40rb judul/tahun), India (60rb/tahun) dan China (140rb judul/tahun).

Bersama ing. Iskandarsyah
Jumlah produksi buku kita hampir sama dengan Vietnam dan Malaysia. Masalahnya, penduduk Indonesia jumlahnya 8x lipat dari penduduk kedua negara tersebut. Jadi, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 235 juta jiwa, jumlah produksi buku yang baru 18.000/tahun itu belumlah memadai.

Kenapa produksi buku kita rendah? Tentu saja karena permintaan pasar rendah. Supply depends on demand. Dengan kata lain, minat beli buku masyarakat kita juga rendah. Apakah itu berarti daya beli masyarakat kita juga rendah? Belum tentu. Karena rata-rata orang kita membelanjakan (jauh lebih banyak) uang untuk beli pulsa, rokok, pakaian dll ketimbang buat beli buku. Bahkan dalam banyak keluarga, perbandingan ini bisa mencapai 500 : 0 per bulan. Lima ratus ribu rupiah mengucur deras dari kocek buat beli pulsa, rokok atau tas dan pakaian baru per bulan sementara pengeluaran untuk beli buku nol rupiah alias nggak pernah beli buku.

Hasil penelitian lain juga menunjukkan kalau dalam hal pendidikan, Indonesia berada di urutan 12 dari 12 negara di Asia, dan kemampuan membaca siswa kelas VI SD di Indonesia berada di urutan paling akhir setelah Filipina, Thailand, Singapura dan Hongkong.

Masih pingin lihat data lain? Menurut data UNESCO, kawasan Asean merupakan kawasan paling rendah minat bacanya di muka bumi. Dan Indonesia, tercatat sebagai negara dengan minat baca buku terendah di Asean, dengan indeks minat baca baru mencapai 0,001 (2010). Itu artinya, diantara 1000 orang Indonesia, hanya ada 1 orang yang benar-benar berminat baca buku. Bandingkan dengan Singapura yang memiliki indeks 0,45. Atau dalam 1000 penduduk, ada 450 orang dengan minat baca tinggi.

Jadi, berdasarkan data ini, rasanya tidak berlebihan, bukan? Kalau saya katakan Indonesia mengalami darurat minat baca buku?

Tak lupa, saya memaparkan fakta perbandingan antara nasib miris sastrawan besar alm. Kori Layun Rampan yang telah menulis lebih dari 300 judul buku namun akhir hidupnya justru dilalui dalam kemiskinan. Bandingkan dengan sastrawan negeri tetangga yang mendapat tunjangan tetap setiap bulan. Memang, saya tidak berharap banyak bahwa pemerintah kita akan melakukan hal yang sama, tetapi, setidaknya ada perhatian ekstra kepada para penulis.

  •  Saya memaparkan fakta lain terkait apa yang disampaikan Bapak Huzrin Hood, bahwa mendukung GPMB tanpa APBD bukanlah hal yang mustahil, selama ada pihak yang mau menggerakkannya. Di sini saya mencontohkan Achmad Ashoka dari Jawa Timur, yang menjalankan perpustakaan keliling pribadi dengan membawa rak berisi buku di atas motornya lalu berhenti di beberapa tempat dan mempersilakan orang-orang untuk membaca. Darimana buku-bukunya? Tentu saja dari donasi masyarakat yang peduli pada minat baca dan peduli pada apa yang dilakukan Ashoka.

Sebenarnya, masih banyak yang ingin saya sampaikan. Tentang perlunya penyeleksian yang lebih ketat terhadap distribusi buku dari perpusnas ke perpusda agar tidak kecolongan (baca : buku xxx di perpustakaan umum, layakkah?) Juga tentang kekhawatiran saya akan generasi pelapis untuk profesi penulis. Jika untuk masa sekarang saja kesejahteraan penulis  banyak yang senin-kamis, ditambah minat baca anak-anak kian tergerus oleh gadget, berapa persen gerangan anak-anak yang berminat (dan siap) menjadi penulis buku di masa depan untuk menggantikan para penulis yang ada sekarang?

Jujur saja, menulis buku itu luar biasa capeknya. Jadi, bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi jika apresiasi terhadap penulis (buku) tetap saja minim dan minat baca termasuk minat beli buku tak kunjung membaik.

Tetapi, tentu saja sampai hari ini saya belum ingin mundur. Di sela-sela kesibukan, saya tetap melakukan apa yang mampu saya lakukan untuk mendukung GPMB ini. Saya tetap menulis buku, membaca dan meresensi buku lalu menulisnya di blog agar banyak orang tahu buku-buku lokal yang recommended, bekerjasama dengan penerbit menggelar campaign Aku Cinta Buku, dan juga.....melatih para penulis pemula untuk menulis buku.

Sebuah pepatah China mengatakan : “When planning for a year, plant corn. When planning for a decade, plant trees. When planning for life, train and educate people”.

Saya tidak mungkin jadi penulis buku untuk selamanya. Saya tidak pernah tahu kapan saya tidak lagi mampu untuk menulis buku. Jadi, jika saya menginginkan buku-buku tetap ada, penulis-penulis baru terus bermunculan, dan minat baca tetap lestari, salah satu upaya kecil yang bisa saya lakukan, ya dengan melatih orang untuk menulis. Dan sejauh ini, saya dan partner saya Leyla Hana telah menggelar kursus menulis novel online yang Alhamdulillah telah masuk angkatan keempat (silakan mampir di  blog menulis kami www.smartnulis.blogspot.co.id ).

Bersama mas Awam Prakoso
Back to the topic. Acara akhirnya selesai pada pukul 12.30. Mas Awam ditodong untuk kembali mendongeng di depan para pelajar. Secara keseluruhan, acara ini cukup sukses meski agak telat dimulai. Namun dari segi outcome.....hmmm. Kalau boleh saya memberi masukan, kegiatan GPMB ini akan lebih efektif jika dilakukan dalam bentuk turun langsung ke sekolah-sekolah, memberi donasi buku-buku, dan melakukan strategi nyata di lapangan secara konsisten.

Ada beberapa contoh strategi yang bisa dilakukan. Berikut diantaranya :

  • Mendorong keluarga untuk menggerakkan minat baca di rumah. Yakin deh, kalo ortu atau keluarga di rumah nggak suka baca buku, gimana mau menyemangati anak-anak untuk baca buku? Bentuk dorongan ini bisa dengan memberi apresiasi kepada keluarga yang di rumahnya terdapat pojok buku atau perpustakaan pribadi yang didalamnya terdapat buku untuk konsumsi anak-anaknya, juga keluarga yang menerapkan kebiasaan rutin membaca bersama.
  • Menjadikan aktivitas membaca sebagai kegiatan “wajib” para pelajar. Misalnya : mewajibkan para pelajar untuk membaca minimal 1 buku setiap minggu di perpustakaan sekolah lalu membuat ringkasannya, memberi apresiasi kepada pelajar yang paling banyak meminjam buku di perpustakaan, mewajibkan pelajar membaca buku selama 10 – 15 menit sebelum mulai belajar, dll.
  • Menggandeng para entrepreneur. Misalnya, setiap pengusaha restoran atau cafe atau tempat makan indoors, harus menyediakan pojok buku yang representatif di tempat usahanya.
  •  Memberi dukungan kepada para individu dan komunitas yang peduli pada minat baca. Dukungan bisa dalam bentuk donasi buku ataupun bantuan materi untuk fasilitas rumah baca.
 Lewat tulisan ini, saya juga sekaligus ingin menghimbau pihak-pihak yang berkompeten dalam GPMB ini agar ke depannya benar-benar merancang program dan kegiatan yang tepat sasaran dan hasilnya lebih nyata. Kalau perlu didahului dengan survei di lapangan agar tahu persis apa masalah dan hambatan yang dialami dalam menyukseskan GPMB ini. Tentu, menggelar acara seminar dan sosialisasi di hotel-hotel tetap bisa dilakukan, tetapi, sebaiknya alokasinya tidak melebihi alokasi anggaran untuk kegiatan-kegiatan strategis yang langsung menyentuh objek sasaran.

Buat kalian yang saat ini baca blog ini, saya juga ada beberapa request nih terkait upaya kita bersama untuk menggerakkan minat baca buku agar negara kita tercinta nggak lagi mengalami krisis minat baca buku :
1.      Jika kamu seorang yang hobi baca buku, teruskanlah hobi itu, dan jangan lupa tularkan juga kepada orang-orang di sekitarmu. Antara lain, kamu bisa memberi hadiah buku kepada teman atau kerabat disesuaikan dengan usia atau momen khusus yang dialami temanmu. Misalnya aja nih, kamu punya keponakan abege, kamu bisa kasih hadiah buku I Will Survive buat jadi sahabat mereka dalam mecahin masalah. Buat temen yang mau married, kamu bisa kadoin sepaket Buku Sayap-sayap Sakinah dan Sayap-sayap Mawaddah. *aissh, ada iklan lewat* :D Kamu juga bisa bawa buku kemanapun dan baca di waktu senggang atau di tempat-tempat umum. 

2.      Jika kamu nggak suka baca buku, coba deh dipaksain baca biar terasa di mana asyiknya. Jika udah dipaksain tetep aja nggak suka, substitusi ketidaksukaanmu itu dengan mendonasi minimal 1 buku per bulan. Donasinya ke siapa? Tentu aja ke orang terdekat yang suka baca buku (terutama yang suka baca tapi kondisi ekonominya lemah), ke rumah baca terdekat, ke komunitas baca, panti asuhan, dll. Setidaknya, meski kamu nggak berminat, kamu tetep punya kepedulian terhadap GPMB.

3.      Buat kamu yang udah berkeluarga dan punya anak, coba deh sediain rak buku dan buku-buku untuk konsumsi anak di rumah. Karena menanamkan minat baca pada anak harus dimulai dari rumah.

4.      Buat yang pinter nulis resensi, ayo tulis resensi dari buku-buku yang udah kamu baca, kirim ke media cetak atau tulis aja di blog pribadimu dan bagikan di medsos biar banyak teman-temanmu tahu info buku-buku bagus.

5.      Rajin-rajin memeriahkan acara giveaway berhadiah buku, untuk menunjukkan kalo kamu sangat antusias terhadap buku dan mudah-mudahan bisa menularkan antusiasme massal ini ke teman-teman kamu. Salah satunya, kamu bisa ikutan Campaign Aku Cinta Buku di blog ini yang menggelar 15 kali giveaway berhadiah 15 judul buku. Silakan cek infonya di sini ya.

Kamu punya usul lain untuk meningkatkan Minat Baca Masyarakat dalam rangka mendukung GPMB? Yuk ikutan berbagi di kolom komentar. Sertakan juga nama FB / twittermu ya. Ada pulsa @20ribu untuk 2 orang dengan jawaban paling menarik. Jawaban ditunggu selambatnya tanggal 12 April pukul 24.00 wib.

Mudah-mudahan saja, menjadikan bangsa ini bangsa yang berbudaya baca buku kelak  sesuai tagline "Indonesia Gemar Membaca 2019"enggak lagi sekadar mimpi dan wacana yang tak kunjung terealisasi.




Viewing all articles
Browse latest Browse all 600

Trending Articles


Best Love Life Quotes Collection


Girasoles para colorear


mayabang Quotes, Torpe Quotes, tanga Quotes


Problema Quotes – Pera Quotes


Break up Quotes Tagalog Love Quote – Broken Hearted Quotes Tagalog


Two timer Sad tagalog Love quotes


Tagalog Quotes about Love


INUMAN QUOTES


Vimeo 10.7.0 by Vimeo.com, Inc.


Vimeo 10.7.1 by Vimeo.com, Inc.


Pokemon para colorear


Sapos para colorear


tagalog love Quotes – Tiwala Quotes


Tagalog Love Quotes – Nagmamahal


Long Distance Relationship Tagalog Love Quotes


Ligaw Quotes – Courting Quotes – Sweet Tagalog Quotes


5 Tagalog Relationship Rules


Re:Mutton Pies (lleechef)


EASY COME, EASY GO


FORECLOSURE OF REAL ESTATE MORTGAGE