Sinopsis [sumber : www.arulchandrana.wordpress.com] :
Pada dekade 90an ke belakang, di Bawean pengobatan dokter bukanlah pilihan pertama. Hampir semua orang yang sakit akan dibawa ke dukun atau kyai. Pengobatan ini selalu menjadikan setan sebagai biang kerok setiap penyakit. Dan ketika sebuah penyakit tak bisa disembuhkan, atau ketika muncul suatu penyakit yang demikian aneh dan mengerikan, penderitanya harus rela menjalani pengucilan dan pengasingan. Lebih buruk lagi, pengusiran. Tema inilah yang diambil oleh Arul Chandrana dalam buku terbarunya, Sang Penakluk Kutukan.
Adalah Ranti, seorang gadis SD yang menjadi tokoh utama novel ini, pada suatu hari sedang pergi menuju lautan. Dia harus melewati hutan dan menempuh perjalanan sejauh beberapa kilometer dari rumahnya. Ranti sendirian, bernyanyi kecil sepanjang jalan, kemudian sekuntum bunga liar di tepi jalan mencuri perhatiannya, Ranti menepi untuk memetik bunga yang harum itu, tiba-tiba, di balik sebatang pohon tak jauh dari situ… pertemuan pertamanya dengan si makhluk kutukan terjadi. Pertemuan yang akan menjungkir balikkan kehidupannya dan kehidupan semua orang di desanya. Pertemuan yang menyebabkan kehebohan luar biasa sehingga semua orang di desa berdiri rapat dengan permusuhan semakin membengkak. Makhluk kutukan itu sudah sepuluh tahun diusir dari desa, dan kini seorang bocah kecil melanggar pantangan terbesar bagi semua orang.
Kisah yang disuguhkan Sang Penakluk Kutukan tidak hanya berpusar di konflik makhluk kutukan, tapi juga menampilkan kisah persahabatan, ikatan keluarga, sifat masyarakat yang picik dan mudah menuduh, perdukunan, juga sekelumit ilmu pengobatan tradisional.
Di sekolahnya Ranti harus menghadapi permusuhan beberapa siswa lainnya karena ayahnya yang berprofesi sebagai herbalis. Bocah-bocah usil itu tidak henti-hentinya menjahili Ranti. Untunglah Ranti memiliki seorang sahabat yang senantiasa menemaninya menghadapi siswa-siswa tengil itu. Masalahnya, bukan hanya sesama siswa yang memusuhi Ranti, salah satu guru pun memusuhi Ranti sekeluarga.
Setelah pertemuan tidak sengaja dengan si makhluk kutukan, Ranti sama sekali tidak mengira jika akan ada beberapa pertemuan berikutnya. Pertemua yang membuka matanya, membuatnya mengerti banyak hal yang tidak dipahami orang-orang di desanya. Ranti pun mencari tahu sejarah si makhluk kutukan, sejarah yang campur baur antara mitos raja jin dan kebenaran yang disembunyikan. Sehingga akhirnya, Ranti memiliki persahabatan yang tidak dimiliki oleh siapa pun di Bawean: persahabatan dengan si makhluk kutukan. Hanya saja, sebagian persahabatan adalah rahasia yang semestinya disembunyikan.
*********
Sang Penakluk Kutukan, adalah novel kedua karya Arul Chandrana. Buat saya, novel ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan novel perdananya dulu. Saya ingin terlebih dulu mengomentari penampilannovel ini. Saya menyukai covernya yang didominasi warna ungu dan oranye, warna favorit saya. Begitu pula pilihan font dan penyuntingan yang bebas typo.
Seperti juga status-status penulisnya di facebook, novel ini menyuguhkan tema yang antimainstream. Berkisah tentang kekolotan masyarakat setempat yang menganggap penyakit sebagai kutukan dan lebih mempercayai mitos ketimbang fakta.
Penokohan dalam novel ini cukup natural, khususnya tokoh utamanya Ranti, seorang gadis kecil yang bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah. Bukan hal mudah menjadikan anak kecil sebagai tokoh utama dalam novel dewasa, namun Arul mampu menampilkan unsur ini dengan baik.
Peristiwa demi peristiwa mengalir lancar, sesekali diselingi kejutan, sehingga cerita yang didominasi narasi ini tidak terasa membosankan. Plot cerita membuka unsur kejutannya sedikit demi sedikit, konflik dan klimaks baru dihadirkan menjelang akhir, dan pola ini cukup berhasil menjaga novel ini tetap page turner.
Kelebihan lain dari novel ini terletak pada deskripsi lokalitasnya yang kental. Arul berhasil menampilkan latar yang kuat, baik latar tempat, waktu maupun sosial dari pulau Bawean yang menjadi latar novel ini berikut kultur masyarakatnya pada jaman itu.
Memang, fakta akan terjadinya tsunami pada latar waktu yang dipilih, berpotensi menimbulkan pertanyaan : benarkah tsunami pernah terjadi di Bawean pada awal tahun 90-an? Tetapi, mengingat ini sebuah fiksi, hal tersebut tak perlu menjadi polemik panjang.
Sejujurnya, saya sulit menemukan kekurangan dari novel ini, karena saya pun tidak tertarik untuk menemukannya. Hehe. Ketika sebuah cerita berhasil menarikmu untuk terus membaca dan kau pun menyukainya, maka kau pun tak lagi tertarik untuk mengulik-ulik kekurangannya. Jadi kesimpulannya : saya menyukai novel ini.
Hanya saja, bagi kalian yang lebih suka novel dengan banyak dialog, novel ini mungkin akan terasa sedikit membosankan karena lebih didominasi oleh narasi. Epilognya juga tergolong cukup panjang dan lebih menyerupai reportase. Dan saya lebih suka jika arti kata dalam bahasa Bawean langsung ditaruh sebagai footnote ketimbang menyertakannya di bagian belakang buku.
Novel ini memang bukan type novel yang akan membuat hatimu berbunga-bunga dan diliputi kebahagiaan, bahkan kisah tentang derita Akdong dan Aknang dalam novel ini membuat hati saya perih, tetapi, novel ini akan membuatmu merenung dan menyadari, bahwa kebohongan dan fitnah adalah dosa yang sanggup membunuh, dan betapa kita sangat memerlukan ilmu pengetahuan agar tak mudah terjerumus pada kekuatan kebohongan yang menyesatkan.
Bukankah di jaman ini, kita pun sesungguhnya tengah hidup dalam lingkaran kebohongan dan kepalsuan yang mengaburkan kebenaran?
Beberapa quote menarik :
- Tekanan yang tidak meruntuhkan seseorang, justru akan berubah menjadi pengalaman yang menguatkan (hal. 64).
- Terkadang kebenaran terlalu membingungkan sehingga kebohongan tampak lebih nyata dan bisa diterima (hal. 75).
- Di dunia ini selalu ada dua hal yang terlambat disadari : keteledoran dan masa depan (hal. 211).
Judul : Sang Penakluk Kutukan
Penulis : Arul Chandrana
Penerbit : Republika
Jumlah : 289 hal
Tahun : 2016
-----------------------------------------
Kalian tertarik ingin memiliki novel ini? Ikuti giveawaynya yuk. Syaratnya mudah saja :
- Follow blog ini, like FanPage facebook Riawani Elyta, follow IG riawani_elyta dan twitter @RiawaniElyta (disesuaikan dengan akun yang kamu miliki).
- Follow twitter : @arulight, facebook : Arul Chandrana
- Daftarkan nama akun facebook atau twittermu di kolom komentar beserta jawaban atas pertanyaan ini : Mengapa kamu ingin memiliki novel Sang Penakluk Kutukan?
- Bagikan url link giveaway ini di twitter, mention @RiawaniElyta, @arulight dan @bukurepublika dengan hestek #GAPenaklukKutukan. Jika tidak punya akun twitter, boleh membagikan di facebook.
- Giveaway dibuka mulai tanggal 12 - 17 Maret 2016.
Mudah bukan?
Hadiahnya :
1 orang pemenang akan mendapatkan 1 eks novel Sang Penakluk Kutukan dari penulisnya Arul Chandrana dan 1 eks novel Nun karya Afifah Afra [finalis IBF kategori fiksi 2016] dari saya.
Selamat mengikuti :D