Literasi. Saat ini tidak lagi terbatas pada kemampuan baca tulis. Makna literasi telah berkembang luas dan melingkupi berbagai sendi kehidupan. Perluasan makna ini, salah satunya tercermin pada definisi literasi oleh UNESCO (The United Educational, Scientific and Cultural Organization), yang mengartikan literasi sebagai rangkaian kesatuan dari kemampuan menggunakan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung sesuai dengan konteks yang diperoleh dan dikembangkan melalui proses pembelajaran dan penerapan di sekolah, keluarga, masyarakat, dan situasi lainnya yang relevan untuk remaja dan orang dewasa.
Lebih jauh lagi, pengembangan cakupan literasi telah disepakati pada World Economic Forum tahun 2015, meliputi penguasaan enam literasi dasar yaitu : literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial dan literasi budaya dan kewargaan, yang sekaligus menjadi prasyarat kecakapan hidup abad ke-21.
![]() |
sumber : tozsugianto.com |
Diantara keenam jenis ini, tak dapat dipungkiri, bahwa literasi finansial adalah kecakapan literasi yang mutlak dibutuhkan untuk menunjang mekanisme kelangsungan hidup. Pada artikel ini, saya akan menitikberatkan pembahasan pada tahap pengembangan dari kemampuan baca tulis yang relevan dengan konteks finansial, dengan tetap bersandarkan pada aktivitas dasar literasi.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), literasi finansial bermakna rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keyakinan, serta ketrampilan konsumen dan masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan dengan baik. Dengan kata lain, literasi finansial berarti pengetahuan atau kemampuan untuk mengelola keuangan.
Dalam skala kecil, literasi finansial sangat menunjang kehidupan setiap individu. Tidak hanya dalam mengelola keuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga untuk kesejahteraan di masa depan dan antisipasi terhadap dinamika perekonomian. Dalam skala yang lebih luas, literasi finansial sangat berkolerasi dengan kesejahteraan bangsa, tingkat angka kemiskinan dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Literasi finansial di negara ini menjadi kian penting, saat kita melihat sederet hasil penelitian berikut ini, baik dalam skala global maupun nasional :
1. Berdasarkan laporan lembaga internasional Bank Dunia atau World Bank, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,18 % pada tahun 2018, dan mengalami sedikit penurunan pada triwulan II tahun 2019 di angka 5,05 %. Pada faktanya, hanya sebagian kecil masyarakat yang dapat menikmati pertumbuhan ekonomi tersebut sehingga mengakibatkan kesenjangan ekonomi.
2. Berdasarkan data penelitian terhadap indeks literasi finansial yang dilakukan World Bank pada tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat 32 dari seluruh dunia. Untuk kawasan Asia Tenggara, kemampuan literasi finansial masyarakat Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Malaysia dan Singapura.
3. Data BPS menunjukkan, bahwa Indonesia termasuk negara yang mengalami inflasi cukup tinggi (inflasi Agustus 2019 = 0,12), sehingga memberi dampak siginifikan terhadap ketidakstabilan ekonomi masyarakat, khususnya ekonomi masyarakat golongan menengah ke bawah.
4. Maraknya kasus jasa keuangan ilegal dan pinjaman online yang terungkap di sosial media dan telah menjerat banyak orang, membuktikan bahwa pemahaman segolongan masyarakat terhadap literasi finansial masih minim.
5. Rendahnya angka ekspor dibanding impor menunjukkan indikasi bahwa potensi SDA yang begitu besar belum diimbangi oleh kualitas SDM dalam mengelola sumber perekonomian. Tercatat sampai dengan Juli 2019, total ekspor sejak awal tahun berada pada kisaran US$ 95 juta berbanding angka impor sebesar US$ 97 juta. (sumber : www.bps.go.id)
Masalah global dan nasional diatas juga berdampak pada perekonomian individu dan keluarga. Rendahnya kemampuan seseorang dalam mengelola keuangan, ditambah situasi ekonomi yang kurang menguntungkan, memunculkan berbagai persoalan ekonomi yang sulit dihindarkan. Tak berhenti sampai di situ. Masalah ekonomi juga merembet ke persoalan sosial dan memicu tindak kriminal.
Oleh karenanya, mempersiapkan generasi yang memiliki kecakapan literasi finansial sejak dini, adalah upaya yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Terlebih-lebih, era millenial yang kian kompetitif “menuntut” sumber daya manusia yang tidak sekadar mampu bertahan hidup, tetapi juga berkompeten dan berintegritas dalam menghadapi era globalisasi, pasar bebas dan berbagai dinamika ekonomi.
Lantas, apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk kecakapan literasi finansial sejak dini didalam keluarga?
Sebelumnya, mari terlebih dahulu kita mencermati indikator literasi finansial dalam keluarga, sebagaimana termaktub didalam Materi Gerakan Literasi Nasional berikut ini :
1. Jumlah dan variasi bahan bacaan literasi finansial dalam keluarga
2. Frekuensi membaca bahan bacaan literasi finansial dalam keluarga setiap harinya
3. Jumlah bacaan literasi finansial yang dibaca oleh anggota keluarga
4. Jumlah pelatihan literasi finansial yang aplikatif dan berdampak pada keluarga
5. Jumlah produk keuangan yang digunakan dalam keluarga
6. Tingkat pemahaman konsep tentang fungsi dasar keuangan
7. Tingkat keterlibatan seluruh anggota keluarga dalam pengambilan keputusan terkait finansial
Fakta di lapangan menunjukkan, bahwa upaya pemenuhan indikator pada poin 1 – 3 masih menemui kendala terkait penyediaan bahan bacaan. Saat saya mencari referensi buku bertema literasi finansial keluarga di toko buku, (saya tinggal di salah satu ibukota provinsi), sulit sekali untuk menemukan buku yang sesuai. Referensi finansial lebih didominasi oleh buku-buku finansial untuk kebutuhan perusahaan dan institusi keuangan. Begitu pula halnya buku bacaan untuk anak. Setiap bulan, rata-rata saya membeli 5 – 10 buku bacaan untuk anak-anak saya dengan beragam tema. Namun, sangat jarang saya temukan buku anak yang mengangkat tema tentang pembentukan karakter cerdas finansial.
![]() |
2 (dua) judul buku bertema literasi finansial koleksi saya (dok. pribadi) |
Begitu pula halnya dengan poin indikator ke-4. Sampai tulisan ini dibuat, jarang sekali saya mendapat informasi tentang adanya pelatihan finansial keluarga yang aplikatif.
Namun demikian, kendala tersebut tidak seharusnya melemahkan upaya kita dalam membentuk generasi yang cakap dalam literasi finansial. Ada 3 (tiga) prinsip penting yang harus dimiliki oleh setiap keluarga dalam upaya menciptakan budaya literasi finansial didalam keluarga, yaitu :
1. Orang tua sebagai role model atau contoh panutan
Orangtua harus terlebih dahulu memahami, memiliki kecakapan literasi finansial dan membudayakannya dalam kehidupan sehari-hari sebelum mengajak anak untuk membiasakannya.
Orang tua harus menjadikan pengelolaan finansial sebagai sebuah kewajiban dan rutinitas sehingga anak – anak dapat mencontoh kebiasaan baik orangtuanya. Kecakapan finansial akan lebih terasah manakala anak menjadikannya sebuah kebiasaan, tidak terbatas di tingkat pengetahuan saja.
2. Adaptif dengan karakter generasi millenial
Generasi millenial adalah generasi yang lahir di era perkembangan digital, sehingga sarana teknologi dan beragam fitur digital sudah menjadi “denyut nadi” keseharian mereka. Ciri lainnya, mereka cenderung kurang menyenangi hal-hal konvensional termasuk membaca buku cetak. Karakter inilah yang perlu disikapi orang tua dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital bagi pembudayaan literasi finansial.
3. Komitmen yang sinergis
Menumbuhkan sebuah budaya yang kuat butuh proses. Perlu pembiasaan yang terus menerus sehingga menjadi rutinitas. Tentu, ini membutuhkan komitmen dan sinergitas antara semua anggota keluarga terutama orang tua, untuk menjadikan literasi finansial sebagai kebiasaan dan budaya yang melekat didalam keseharian anggota keluarga.
Implementasi ketiga prinsip tersebut dalam menumbuhkan budaya literasi finansial didalam keluarga, dapat diupayakan melalui tips-tips aplikatif berikut ini. Agar mudah diingat, saya memberinya inisial 3S (Save, Smart and Share) :
1. Save (menabung / menyimpan)
Menabung adalah salah satu elemen dasar dari kecakapan literasi finansial, yang dapat diajarkan dan dibudayakan pada anak melalui cara-cara berikut :
- Menyediakan sarana menabung
Sarana yang paling jamak dan mudah disediakan, adalah celengan. Orang tua bisa membelikan celengan untuk masing – masing anak ataupun menggunakan wadah bekas. Menabung menggunakan celengan dapat mengajarkan sikap sabar, melatih kemampuan menahan diri untuk berbelanja dan menghindarkan anak dari sikap konsumtif.
Jika celengan anak sudah penuh, ayah dan bunda dapat mengajak anak memilah uang, menghitung dan menabungnya di bank. Melihat proses transaksi di bank akan mengenalkan anak lebih dekat dengan institusi perbankan termasuk produk-produk perbankan yang akan mereka perlukan dalam pengelolaan finansialnya di masa depan kelak.
- Memberikan pemahaman yang aplikatif dan mudah dicerna tentang pentingnya menabung
Suatu hari, anak bungsu saya (7 tahun) bertanya, saat saya menganjurkannya untuk menabung : “Apa sih ma, gunanya menabung?”
Saya jawab, “Supaya kita punya simpanan uang. Kalau kita ingin beli sesuatu, sementara uang kita tidak cukup, maka kita harus menabung. Kalau kita punya tabungan, seandainya suatu hari kita kekurangan uang, kita bisa gunakan uang dari tabungan kita.”
Anak saya bilang,” Tia nggak ngerti, Ma.”
Hmm, memberi pemahaman tentang uang terhadap anak 7 tahun, ternyata tidak mudah ya?
Di hari lain, anak saya minta dibelikan mainan yang harganya tergolong mahal. Saya katakan kepadanya, “Sekarang mama tidak punya uang untuk beli mainan itu. Uang yang ada untuk kebutuhan lain yang lebih penting.”
Anak saya berkata, “Kalau begitu, biar Tia nabung ya ma, supaya bisa beli mainan.”
Aha, ternyata pemahaman itu bisa lebih efektif lewat cara ini ketimbang sekadar menganjurkan, ya?
Dan, inilah yang kemudian dilakukan anak saya. Dia membuat tabungan khusus yang ditujukan untuk membeli mainan.
![]() |
setelah tabungannya cukup banyak, anak saya justru melanjutkan menabung, tidak lagi ingin beli mainan |
Dari cerita tersebut, intinya adalah, bahwa menabung dapat mendidik anak tentang pentingnya makna proses. Dengan menabung, mereka paham bahwa butuh proses dan kesabaran untuk bisa membeli sesuatu. Mereka pun akan lebih menghargai proses tersebut dan barang yang didapatkan dengan penuh perjuangan.
Kepada anak yang lebih besar, pemahaman ini sudah seyogyanya diberikan sesuai tingkat pemikiran dan pengalaman mereka. Suatu hari, putra sulung saya (ketika itu dia masih SMP) tidak sengaja memecahkan kaca nako sekolah. Dan pihak sekolah meminta dia menggantinya. Saya katakan kepadanya, bahwa dia harus mengganti kaca nako itu dengan uang tabungannya sebagai konsekuensi perbuatannya meskipun tidak disengaja.
Awalnya saya mengira dia akan menolak. Tetapi, dia kemudian mengumpulkan uang tabungannya mulai dari pecahan seribuan sampai cukup untuk membeli kaca nako.
Saya mungkin sedikit tega. Tetapi, melalui pengalaman tersebut, anak saya belajar tentang arti konsekuensi dan kegunaan menabung, salah satunya adalah untuk membiayai hal-hal tak terduga.
- Mengenalkan produk tabungan digital dan e-money
Pengenalan tentang hal ini bisa diberikan kepada anak yang berusia remaja dan sudah akrab dengan teknologi. Mengajarkan langkah demi langkah membuka tabungan digital dan proses pembayaran dengan e-money, dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam berliterasi finansial yang sesuai dengan perkembangan zaman.
2. Smart (cerdas dalam mengelola finansial)
Beberapa tips berikut ini dapat dilakukan untuk melatih anak menjadi smart atau cerdas dalam mengelola finansial : - Mengajarkan perhitungan numerik lewat praktik finansial
Penjumlahan, pembagian, perkalian, dan pengurangan adalah dasar – dasar numerik dalam literasi numerasi. Ini bisa diajarkan kepada anak sejak kecil lewat praktik finansial sehingga dapat sekaligus meningkatkan kemampuan literasi numerasi dan finansialnya. Contohnya, saat berbelanja di supermarket, ajak anak belajar tentang penjumlahan melalui harga barang yang tertera di struk belanja. Untuk anak yang sudah besar, kita bisa menstimulasi mereka dengan melemparkan kasus numerasi. Beritahu mereka barang apa saja yang harus dibeli dan jumlah uang yang dibawa, lalu minta mereka untuk mengambil barang dengan memperhatikan kuantitas dan ukuran, agar total harganya tidak melebihi jumlah uang.
Jika anak senang bermain games di gawai dan sulit untuk mencegah kebiasaan ini, beri mereka alternatif untuk memainkan games yang bermuatan literasi finansial, sehingga selain mendapat hiburan, mereka juga dapat melatih kemampuan literasi finansial dengan cara yang mereka senangi.
![]() |
beberapa game tentang finansial |
- Membiasakan menggunakan barang – barang dengan cermat
Ajak anak untuk peduli dengan barang – barang miliknya dan merawatnya dengan baik. Tanamkan komitmen bahwa kita tidak akan membelikan barang baru jika yang lama masih layak dipakai. Jika barang cepat sekali rusak, jangan buru-buru mengganti dengan yang baru. Beri jeda waktu agar anak belajar tentang pentingnya menjaga barang milik sendiri dan orang tua perlu pertimbangan yang matang sebelum melakukan pengeluaran. Anjurkan juga anak-anak untuk memanfaatkan barang-barang bekas. Misalnya saja, menggunakan kaleng bekas makanan untuk menyimpan alat tulis, kotak sepatu sebagai wadah penyimpanan mainan, dan sebagainya.
![]() |
wadah bekas kaleng makanan untuk tempat pensil (dok.pribadi) |
- Membiasakan untuk cerdas dalam berbelanja
Biasakan anak untuk memilih barang – barang dengan prinsip “best value”.Lebih baik membeli yang sedikit mahal tetapi tahan lama daripada membeli banyak barang yang murah namun tidak awet. Ajarkan anak untuk memilih barang – barang sesuai kebutuhannya dan bukan berdasarkan keinginan belaka. Jika anak menginginkan sesuatu yang sifatnya hiburan semata, beri mereka pandangan dan alternatif, antara menunda, membatalkan keinginan, ataupun merekalah yang harus menabung untuk membelinya. Prinsip ini harus terus menerus ditanamkan sehingga anak – anak akan memiliki kebiasaan ini setiap kali mereka menginginkan untuk membeli sesuatu.
- Mengajarkan anak untuk mengatur uang sakunya
![]() |
beberapa aplikasi keuangan sederhana |
Anak – anak bisa diberi uang saku harian, mingguan maupun bulanan, disesuaikan dengan usia. Ajarkan prinsip – prinsip pos pengeluaran, misalnya memisahkan pos untuk membeli jajanan, pos tabungan dan pos untuk bersedekah.
Kepada anak-anak berusia remaja, anjurkan mereka untuk memasang aplikasi keuangan di gawai dan mencatat pengeluaran serta pendapatan mereka pada aplikasi tersebut. Ini juga merupakan upaya melatih kecakapan dan membudayakan literasi finansial pada anak yang disesuaikan dengan karakter generasinya.
- Menyediakan bacaan dan informasi tentang finansial
Meskipun ketersediaan bahan bacaan bertema finansial untuk usia anak tidak terlalu banyak, kita sebaiknya tetap menyiasatinya agar anak tetap terakses dengan informasi dan pengetahuan finansial. Pada anak yang masih kecil, kita bisa mencari bahan bacaan tentang pembentukan karakter finansial seperti menabung, hidup hemat dan sebagainya lalu membacakannya untuk mereka.
Pada anak – anak yang beranjak remaja, yang pada umumnya lebih senang membaca digital ketimbang konvensional, kita dapat mengajak atau mendorong mereka untuk membaca artikel-artikel finansial dari berbagai situs terpercaya yang disesuaikan dengan usia mereka. Sesekali, ajak dan libatkan mereka dalam diskusi tentang pengelolaan finansial keluarga dan aktivitas literasi finansial yang dilakukan orang tua, misalnya tentang bagaimana orang tua membagi tabungan untuk keperluan jangka pendek, menengah dan panjang, bentuk-bentuk investasi yang dilakukan orang tua, pencatatan pos-pos anggaran keluarga, dan sebagainya. Ini dapat menjadi bekal saat mereka beranjak dewasa dan menentukan pengelolaan finansial bagi diri dan keluarga mereka kelak.
- Mendorong anak memiliki jiwa enterpreneur
Di era millenial saat ini, memiliki lebih dari satu pekerjaan bukanlah hal yang aneh. Pekerjaan yang membutuhkan kreativitas dan inovasi, diprediksi akan berkembang pesat dibandingkan pekerjaan konvensional. Penggunaan sistem dan mesin akan semakin mengambil alih peran manusia dalam bekerja, sehingga manusia harus lebih kreatif dalam menciptakan profesi, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang lain.
Oleh karenanya, adalah penting untuk mendorong anak memiliki jiwa enterpreneur. Selain untuk bekal masa depan karirnya kelak, memiliki jiwa enterpreneur dapat membantu anak mengembangkan sikap – sikap positif dalam mengelola keuangannya dan membentuk karakter yang andal. Yang termasuk karakter enterpreneuryang positif antara lain sikap percaya diri, berani mengambil resiko, kreatif memanfaatkan semua potensi dan mengembangkan kemampuan berinovasi serta memiliki jiwa kepemimpinan.
Fasilitasi upaya ini dengan menyediakan buku-buku yang bermuatan entrepreneurshipsebagai bahan bacaan. Dorong mereka untuk menyerap informasi sebanyak-banyaknya tentang prospek dan peluang kerja di masa depan. Jika orang tua berprofesi sebagai entrepreneur, orang tua bisa sesekali melibatkan anak dalam pekerjaannya. Hal ini banyak dilakukan para pelaku usaha kecil di kota saya, dan mungkin juga di kota lain, dimana mereka mengajak anaknya untuk ikut berjualan atau menjaga toko di luar jam sekolah ataupun di hari libur. Pengalaman ini dapat menempa jiwa enterpreneurshipsang anak sehingga dapat mendorongnya mengembangkan kemampuan literasi finansial dan kreativitas serta lebih bijak dalam mengelola uang.
![]() |
beberapa buku bertema entrepreneurship dari koleksi di rumah |
3. Share (berbagi)
Mengajarkan anak untuk memiliki empati merupakan kecakapan literasi finansial yang tak kalah penting. Anjurkan anak menyisihkan tabungannya untuk berbagi atau bersedekah. Kepada anak yang lebih kecil, kita bisa mengajarinya dengan memberi contoh atau memberikan uang padanya untuk dimasukkan ke dalam kotak sedekah, ataupun memberi kepada orang yang tak mampu. Hal ini relevan dengan salah satu prinsip dasar literasi finansial yaitu responsif terhadap kearifan lokal dan ajaran religi termasuk saling berbagi. Menjadi berkecukupan tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain akan menjadikan hidup jauh lebih berkualitas.
Proses membentuk anak yang cerdas berliterasi finansial bukanlah proses yang instan. Ketiga prinsip yang telah disebutkan diatas harus terus diupayakan, yaitu berusaha menjadi orang tua role model atau panutan, selalu adaptif dengan karakter generasi dan perkembangan zaman, serta komitmen yang didukung sinergitas.
Kerjasama pihak sekolah dengan orangtua juga mutlak diperlukan. Kesepahaman untuk membangun kebiasaan baik yang membentuk karakter cakap berliterasi finansial harus terjalin antara pihak sekolah dan orangtua peserta didik sehingga tidak terjadi benturan nilai yang berbeda antara di rumah dan di sekolah.
![]() |
pojok baca di sekolah anak saya, upaya menumbuhkan minat baca anak di sekolah |
Pada tingkatan selanjutnya, masyarakat juga turut berperan penting. Keterlibatan instansi dan pihak-pihak terkait sangat dibutuhkan. Terutama dalam hal penyediaan bahan bacaan tentang literasi finansial, pelatihan untuk tenaga pengajar dan keluarga tentang pengelolaan keuangan dalam rumah tangga, penyediaan forum diskusi bagi masyarakat tentang literasi finansial, hingga mendidik masyarakat untuk berwirausaha agar dapat meminimalisasi masalah sosial ekonomi.
Anak – anak yang tumbuh dengan kecakapan dan budaya literasi finansial yang baik, memiliki pemahaman dan menguasai informasi yang baik tentang finansial akan tumbuh menjadi generasi yang berkarakter positif, bertanggung jawab, berpikiran maju, memiliki empati, kreatif dan pantang menyerah.
Dengan memiliki kecakapan literasi finansial yang terasah, dipadukan dengan kelima kecakapan literasi lainnya, kita optimis, bahwa kemajuan bangsa ini dan terciptanya generasi yang tangguh dan berintegritas dalam menghadapi era millenial yang penuh tantangan akan terwujud, sekaligus membentuk bangsa yang memiliki karakter yang kuat.
#SahabatKeluarga
#LiterasiKeluarga
Referensi :
Materi Gerakan Literasi Nasional ; Literasi Finansial.
bps.go.id
https://www.kajianpustaka.com/2018/03/pengertian-tingkat-aspek-dan-pengukuran-literasi-keuangan.html
https://www.finansialku.com/literasi-keuangan/
https://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-konsumen/Pages/Literasi-Keuangan.aspx